Anggota Komisi VI DPR RI asal Partai Gerindra, Andre Rosiade menanggapi polemik terkait dengan kinerja Pertamina yang merosot. Tercatat selama semester I 2020 atau di tengah penyebaran virus corona Pertamina mengalami rugi bersih sebesar US$767,91 juta setara Rp11,13 triliun (mengacu kurs Rp14.500 per dolar AS). Andre menganggap kritik publik kepada Pertamina adalah hal yang wajar. Namun perlu disadari bahwa rugi Pertamina bukan hanya akibat faktor internal. Selama Pandemi Covid 19 ini, biaya operasional Pertamina tetap besar salah satunya karena munculnya biaya storage akibat demand BBM yang rendah sedangkan disisi lain permintaan BBM dalam negeri menurun.
“Akibat dari demand yang rendah, tangki-tangki pertamina full capacity, sedangkan kontrak impor terus berjalan. Mau tidak mau, Pertamina harus sewa storage lain sehingga biaya operasional semakin mahal” kata Andre kepada wartawan, Selasa (25/8/2020).
Lebih lanjut, Andre menjelaskan agar kita memandang lebih fair terkait kasus ruginya Pertamina. Faktanya semua perusahaan Oil and Gas kecuali Aramco mengalami kerugian di semester I 2020. Exxon rugi hingga $1,308 miliar, BP rugi $ 6,7 miliar, Total $ 8,4 miliar bahkan Shell rugi sebesar $18,4 miliar. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan rugi yang dialami Pertamina sebesar US4 767,91 juta
“Shock ini adalah akibat dari pandemic Covid 19. Saya optimis pertamina akan meraih keuntungan di semester depan. Awal semester II 2020 ini tercatat laba operasi Juni 2020 sebesar USD 443 dengan laba sebelum pajak (Ebitda) sebesar Rp 2,61 Milyar. Di masa adaptasi kebiasaan baru ini, demand BBM dalam negeri kembali meningkat walau belum sebanyak kondisi sebelum Covid 19,” jelas Andre.
Adapun penurunan kinerja Pertamina ini adalah akibat dari triple shock yang dialami, antara lain penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM dalam negeri yang turun hingga 13% dan fluktuasi nilai tukar rupiah.
Sumber : Detik.com · 25 Agustus 2020